Agama,
Kekerasan dan Perdamaian (Perspektif Agama-Agama)
Menurut
ajaran agama Islam, agama menjadi sumber nilai, semangat, dan institusi
terakhir untuk mencari makna hidup. Agama untuk manusia adalah sebagai kekuatan
pembebas, agama menawarkan sekumpulan nilai, ajaran, visi, dan ketentuan
normatif. Manusia memiliki kebebasan untuk merespon tawaran-tawaran agama.
Manusia memerlukan agama untuk meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, bukan
agama yang memerlukan manusia. Agama hendak membantu manusia untuk melakukan
aksi pencerahan, dan aksi pembebasan manusia dari situasi keterpenjaraan
seperti penjara, kemiskinan, kekayaan, komunalisme, dsb.
Nabi Muhammad saw diutus membawa ajaran Islam
ke dunia, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi
seluruh manusia. Ajaran agama merupakan sesuatu yang ideal, misalnya Islam itu
cinta damai, Islam itu indah, Islam cinta kedisiplinan, dan Islam itu rahmat
bagi seluruh alam, dsb.
Namun sekarang marak muncul permasalahan
yang mengatasnamakan agama. Permasalahan agama sesungguhnya tidak dapat
dilepaskan dengan permasalahan sosial, karena agama setelah dipeluk oleh umat
manusia, maka sarat dengan persoalan sosial terutama yang berhubungan antara
sesama manusia. Terkadang suatu ajaran dari sumber yang sama, dengan kalimat
yang sama dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda, dan pada akhirnya akan
menimbulkan praktik yang berbeda pula, bahkan sangat memungkinan menimbulkan
konflik, padahal secara dogmatik, ajaran agama selalu menghendaki adanya
kedamaian, dan keharmonisan. Namun pada kenyataannya konflik yang dipicu oleh
masalah agama itu selalu muncul ke permukaan. Misalnya konflik antara pemeluk agama
di Ambon, orang Madura dan Dayak di Kalimantan, bahkan konflik antar pendukung
partai di Pekalongan dan Jepara, hampir semuanya dipicu melalui sentimen
keagamaan, misalnya menghina ajaran agama atau tokoh agama, pembakaran tempat
ibadah, pelecehan Kitab Suci dsb. Tetapi
konflik tersebut bukan hanya disebabkan oleh unsur agama namun mungkin ada
unsur lain yang menyebabkannya.
Dalam berbagai konflik yang sering terjadi
sekarang wajah Islam agaknya selalu beriring dengan label anarkis dan anti
kebebasan. Cap fundamental, ekstrem, dan bahkan teroris seakan sangat akrab
dengan komunitas “orang” yang memeluk agama Islam. Generalisasi perilaku
“sekelompok” muslim seringkali menjadi justifikasi muka Islam sebagai agama,
sehingga label-label negatif tadi selalu pantas untuk diembelkan dengan Islam.
Namun pemberian label negatif terhadap agama Islam ini tidak adil karena kasus
tersebut hanya dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam. Justru umat Islam yang
berfikiran moderat jauh lebih banyak dan tidak setuju dengan cara-cara yang
dilakukan oleh mereka itu.
Agama Islam yang disebarkan dan diajarkan
oleh Nabi Muhammad saw merupakan agama yang ditujukan demi kesejahteraan dan
keselamatan seluruh umat dan alam. Sesungguhnya perdamaian merupakan salah satu
prinsip dalam Islam yang ditanam secara mendalam dalam hati kaum muslimin
sehingga menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Islam itu cinta damai. Islam diturunkan oleh Allah swt ke muka bumi
dengan perantaraan seorang Nabi yang diutus kepada seluruh manusia untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam bertujuan menciptakan perdamaian dan
keadilan bagi seluruh manusia, sesuai dengan namanya yaitu al-Islam. Karena
itu, Islam diturunkan bukan untuk memelihara permusuhan atau menyebarkan dendam
kesumat di antara umat manusia. Islam justru memerintahkan kita memiliki sifat
pemaaf, namun tetap memperhatikan agar kejahatan tetap diberi hukuman setimpal
agar tidak muncul kejahatan lain. Islam memerintahkan agar manusia selalu
berbuat baik, sekalipun terhadap orang
yang jahat kepadanya, Islam memerintahkan manusia berendah hati, namun jangan
melupakan harga diri. Namun, Islam melarang bersikap lemah dan meminta damai
dalam peperangan ketika belum mencapai tujuan.
Agama
adalah suatu ajaran yang mengajarkan kasih sayang kepada siapa saja tanpa
terkecuali, dan agama membawa misi dasar luhur yaitu kerukunan, persaudaraan,
perdamaian, dan keselamatan universal. Namun dalam berbicara tentang kaitan
agama dengan kekerasan adalah sesuatu hal yang paradoks. Di satu sisi, agama
apapun tanpa terkecuali mengusung misi perdamaian, kerukunan, dan keselamatan,
sekaligus menolak bentuk kekerasan dan tindakan anarki. Tetapi di sisi lain,
terkadang agama dituding penyebab, penggerak bahkan penggagas dari suatu
kekerasan dan anarki. Tindakan kekerasan
yang melibatkan umat beragama sering terjadi misalnya liputan kemarahan Umat
Islam yang dilukai oleh sebuah film yang dibuat oleh seseorang di AS yang
dianggap menghina dan melecehkan Nabi Muhammad, konflik di Irlandia Utara
antara agama Protestant dan Katolik yang disebabkan karena masalah etnis-politis,
di Sudan antara Arab Islam dan Negro yang Kristen, Hindu melawan Islam di
India, Hindu melawan Buddhanisme di Srilanka. Hal itu, seakan menegaskan bahwa
tindakan kekerasan dan anarki yang disebabkan oleh agama bukanlah isapan jempol
belaka tetapi memang nyata. Namun muncul berbagai pertanyaan apakah
tindakan-tindakan anarki yang terjadi dan dilakukan pemeluk agama benar-benar
didorong oleh ajaran agama atau sesungguhnya merupakan tindakan sosial belaka
yang memperoleh pembenaran agama? Konflik-konflik yang terjadi bukanlah konflik
agama, tetapi apa yang terjadi adalah konflik yang dicari-cari pembenarannya
pada ajaran agama. Dalam hal ini, agama diperalat oleh kelompok masyarakat dan
penguasa. Penguasa menganggap kekerasan, teror, dan otoritas mutlak sebagai hak
prerogratif yang tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan.
Persoalan hubungan antara agama dan
kekerasan sesungguhnya tidaklah sederhana. Seakan agama dan kekerasan itu
antara ada dan tiada. Kita hendaknya berani mengakui bahwa dunia agama,
disadari atau tidak disadari telah membuat pemisahan antara orang beriman dan
tidak beriman yang memungkinkan muncul kekerasan. Kelompok yang merasa diri
bahwa agama mereka adalah satu-satunya yang benar memiliki sedikit simpati bagi
kelompok yang berbeda. Hal inilah yang sering memicu terjadinya konflik.
Konflik dan kekerasan yang melibatkan pemeluk agama sebenarnya melibatkan
seluruh elemen organisasi atau kelompok keagamaan.
Agama memang dapat dijadikan rujukan untuk
kepentingan apapun, tindakan baik maupun tindakan buruk, tergantung pemeluknya
dan situasi. Pemeluk agama seharusnya berani berpikir kritis dan dalam
keterbukaan budi dan kebeningan hati berani membedah tafsir atas ayat-ayat
dalam Kitab Suci yang berpotensi meleglimatisasi tindakan kekerasan para
pemeluk agama. Dengan kata lain, tidak ada ajaran agama yang keliru, yang ada
adalah kesalahan tafsir dan pemutlakannya buta atas ajaran agama oleh penganut
agama. Agama itu harus dijauhkan dan dipisahkan dari kepentingan politik dan
kekuasaan. Dan yang lebih penting adalah belajar dari Yesus yang melawan
kekerasan dengan cinta kasih.
Relasi
antara Tuhan dan manusia adalah hal utama di dalam iman kristiani. Manusia
dijadikan Tuhan sebagai patner kerja yang menatalayani kehidupan sehingga
berlangsung suasana damai bagi semua. Inilah tujuan utama yang diresponi
manusia dengan kerendahan hati dan keterbukaan.
Cara-cara beragama, bentuk-bentuk keagamaan
dan ide-ide, sepatutnya sejalan dengan mandat Tuhan. Identitas agama sepatutnya
menjadi identitas yang mendorong manusia melayani berbagai kebutuhan hidup
sehingga kedamaian bisa tercapai, bukannya identitas yang menuntut manusia
menjadi ekstrem. Manusia yang beragam dapat melakukan banyak hal yang
bermartabat karena pemaknaan agamanya, namun ternyata ada berbagai konflik dan
kekerasan berlatar pada pemaknaan tertentu dari nilai agama. Dengan kata lain,
terdapat warisan kekerasan, pelanggaran HAM, dan ketidakadilan ekonomi politik
yang bertentangan dengan harapan bahwa itu ditampilkan oleh manusia beragama di
dalam dan melalui hidupnya.
Perkara
kekerasan menjadi masalah serius pada kehidupan masa kini apalagi yang
melibatkan agama. Kekerasan ini bersumber dan nampak dalam banyak hal yaitu
ketidakadilan, budaya kekerasan yang dianggap warisan, kompetisi yang
membenarkan berbagai cara, dsb. Namun sebagai orang beriman kita harus berjuang
melawan setiap kekerasan yang terjadi. Kita harus menghadirkan damai dan
memelihara damai.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah
:
a. Pendidikan perdamaian
Pendidikan
perdamaian dilakukan mulai dalam komunitas agama untuk meninjau cara pikir dan
praktek beragama yang tidak sensitif terhadap orang lain dan komunitas lain.
Pelajaran dari daerah yang mengalami konflik dan kekerasan mengetengahkan
pentingnya kebersamaan dan mengedepankan kemapanan dan kebijaksanaan masyarakat
untuk bersama memikirkan dan mempromosikan perdamaian.
b. Perhatian terhadap budaya damai dengan
menggunakan nilai-nilai luhur dan bentuk-bentuk dalam tradisi setiap komunitas
yang tidak lekang dimakan budaya kekerasan. Bahwa terdapat nilai dan bentuk
warisan masa lalu yang patut dipraktekkan sebab terbukti menyokong masyarakat
dalam memelihara harmoni sambil mengupayakan hidup bersama yang saling menjaga,
memperhatikan, dan berbagi.
c. Belajar dari persoalan-persoalan
kekerasan dan konflik, contohnya yang diusulkan oleh Scoot Appleby, ia
menawarkan transformasi dari kekerasan menuju perdamaian dalam tiga dimensi :
managemen konflik, resolusi konflik dan pembaruan struktur. Managemen konflik
menyangkut pencegahan konflik. Resolusi konflik menyangkut advokasi dan
kesaksian dari yang terlibat di dalam konflik. Pembaruan struktur adalah upaya
untuk mengalamatkan akar penyebab konflik dan mengembangkan praktek jangka
panjang dan institusi yang kondusif bagi masyarakat yang kondusif untuk
berlangsungnya damai dan relasi tanpa kekerasan.
Banyak cara lain yang dapat digunakan
sebagai pergulatan pekerjaan perdamaian, sebab perjuangan untuk menghadirkan
perdamaian adalah jalan panjang namun membuat kualitas kemanusiaan teruji dan
memperlihatkan hal yang memang sepatutnya menjadi bagian dari kemanusiaan.
Agama memang dapat dijadikan rujukan untuk kepentingan apapun, tindakan baik maupun tindakan buruk, tergantung pemeluknya dan situasi. Pemeluk agama seharusnya berani berpikir kritis dan dalam keterbukaan budi dan kebeningan hati berani membedah tafsir atas ayat-ayat dalam Kitab Suci yang berpotensi meleglimatisasi tindakan kekerasan para pemeluk agama. Tetap semangat dalam meninspirasi orang2 di seluruh dunia
BalasHapussngat benar yang di katakan sodarri venthy terkadang agama dapat di jadikan tujuakan untuk kepentingan apapun, tetapi tdk semuanya berdasarkan agama tetapi di lihat dari lokassi dan keadaan
BalasHapusventhy : wah benar sekali kak apa yang kakak katakan bahwa agamadapat di jadikan tuntunan jalan hidup tetapi jika di imbangi oleh akal dan berfikiran kritis dalam menjalankan hal-hal yang berguna bagi lingkungannya
BalasHapusnana : sekarang tergantung pada penganut agama itu sendiri bagaimana dia dapat menanggapi itusendiri trimakasih
BalasHapusakhir-akhir ini memang sudah minim yang namanya kemanusiaan antar umat beragama jadi mudah sekali agama kekerasan itu muncul
BalasHapusmewujudkan kedamaian itu harus dimulai dari diri kita masing-masing kemudian kita menyebarkannya pada orang-orang sehingga ruang lingkupnya menjadi lebih luas lagi
BalasHapuskedamaian memang menjadi salah satu penguji seberapa manusiawi manusia di dunia ini
BalasHapus