Pelajaran dari bocah
penjual Koran
Siang itu seperti biasa saya dan tim melakukan tugas proyek kebaikan, kali ini target kami adalah membagi makanan ke anak
jalanan , saya dan tim memilih daerah
Tugu Muda Semarang sebagai target proyek kebaikan. saya melihat anak yang
menjual koran " Koran, Koran, Kompas, Media, tempo, republika, warta
kota" begitu teriak bocah laki-laki tersebut menawarkan Koran kepada kami.
"Koran mba" dia menawari ku untuk membeli Koran. "seperti biasa
kompas satu" kataku meminta Koran yang ia Jual.
Tangan mungilnya dengan cekatan memilih Koran yang kuminta diantara tumpukan Koran dagangannya.
" ini mba Koran
kompasnya" memberi Koran yang aku minta kepadanya, "nih ada
kembaliannya engga" kataku sambil menyodorkan uang Rp 50.000,
kepadanya. "pasti ada" segera dikeluarkan kembaliannya dari tas
gembloknya yang kotor,
"Allhamdulilah mba,
rejeki saya lagi lancar" katanya sambil tersenyum senang.
“ Nih, saya lagi
bagi-bagi makanan,belum makan siang kan ?” tanyaku kepada anak ini.
“belum mba, makasih ya
mba” ucap anak itu. Sambil menyantap makanan yang ku beri dia menceritakan
bahwa ia ingin sekolah Paud namun karna keadaan ia harus membantu keluarganya
dengan cara menjual koran. Miris memang ketika melihat anak usia dibawah lima
tahun tidak bisa menikmati masa kecilnya. Namun bertemu dengan adik kecil ini
membuat saya bersyukur dengan apa yang saya punya sekarang. Setelah Nanda nama
anak itu menghabiskan makanannya dia berlalu menawarkan Koran kepada pengguna
jalan lainnya.
Tanpa sadar saya memperhatikan betapa gigih seorang bocah tukang
Koran tersbut mencari uang, dengan menawarkan daganganya kepada semua orang
yang datang dan pergi silih berganti.
Sepintas tampak keringat
membasahi wajahnya yang tegar dalam usia beliaya harus berjuang memperoleh uang
secara halal dan sebagai pekerja keras.
" Koran, mba
ada tabloid nova, ada berita selebritisnya nih mba, atau ini tabloid
bintang, ada kabar artis bercerai" katanya bagai seorang marketing ulung tanpa
menyerah dia menawarkan Koran kepada seorang wanita setengah baya yang pada
akhirnya menyerah dan membeli satu tabloid yang disebut sang bocah tersebut.
Sambil memperhatikan
terbersit rasa kagum dan rasa haru kepada bocah tersebut, dan memperhatikan
betapa gigihnya dia berusaha, hanya tampak senyum ceria yang membuat semua
orang yang ditawarinya tidak marah. Tidak terdapat sedikit pun rasa putus asa
dalam dirinya, walaupun terkadang orang yang ditawarinya tidak membeli
korannya.
Dari Nanda juga saya
belajar bahwa "Rizky Tuhan sungguh tidak terbatas, tinggal kemauan kita
untuk dapat berusaha menggapainYa" .
belajar dariyang lebih kurang dari kita mantap sangat menggugah hati
BalasHapusmulai bisa menghargai apa yang kita punya dan tidak menuntut lebih tepatnya banyak berucap alhamdulillah dan banyak bersyukur kak :)
BalasHapusWah kak saya baper bacanya :')
BalasHapusSaya sangat terharu kak, kakak dan tim nya sangat membantu mereka
BalasHapusTuhan memberkati kak:)
sangat menginspirasi cerita ini kita harus bisa berbagii dalam hal apapun, sebagian dari harta kita adalah hak2orang yang tidak mampu juga
BalasHapusnana : terimakasih telah visit ke blog saya
BalasHapusmiris saya ketika melihat anak kecil seperti mereka harus turun kejalanan untuk membantu orang tuanya mencari sesuap nasi
BalasHapusaku cuma bisa doain semoga adek itu kelak bisa jadi orang sukses, dan hidupnya menjadi lebih baik lagi jadi mereka ngga perlu yang namanya jualan koran dipinggir jalan :'
BalasHapus